Globalization and World History: A Review of A. G. Hopkins

A.G. Hopkins (ed.). Globalization in World History. London: Pimlico, 2002, ix + 278 pp, ISBN 9780712677400. Price GBP 16,99 (paperback).

Globalization is the multivocal and indeterminate concept that has emerged as the most popular means of understanding the avowed transformation of global order at the turn of the twenty-first century (Bell 2003: 801). The notion to discover the “great convergence” model of civilization arises after “the slow, fixed and divided” Cold War system that has dominated world politics since 1945 has ended, replaced by a new interconnected system called globalization. Political and social scientists and journalists have suggested that globalization is a recent phenomenon, emerging as the political agenda after the end of the Cold War with the imposition of market liberalization and the rapid development of technological communication. Francis Fukuyama, in his provocative promulgation in 1989 of “the end of history”, claims that after the collapse of the communism the world acknowledged the single global order of a political and economic system, which marked a consensus on the final form of global government (Fukuyama 1989: 3-18). Since this controversial proclamation, Fukuyama’s claims have been echoed and intensified, increasingly shifting the attention of political scientists and economists toward the emergence of the phenomenon of globalization.Read More »

Meneropong Keperawanan

Ada kekuasaan kebudayaan yang mengarahkan akal pikiran kita untuk lebih tertarik meneropong alat kelamin dibandingkan meneropong alam semesta. (Rocky Gerung, Pidato Kebudayaan DKJ 2010)

Di tengah berita hebohnya kenaikan BBM, ada satu berita yang mengusik logika dan perasaan saya. Berita itu datang dari institusi kepolisian yang memberlakukan tes keperawanan bagi calon polwan yang akan masuk ke dalam institusinya. Dalam sebuah pemberitaan di satu media massa nasional, Irjen pol Moechgiyarto membenarkan kabar ini. Dia mengatakan bahwa “kebijakan itu memang aturan internal Polri, memang kalau dikaitkan dengan profesi tidak ada pengaruhnya, tapi kita punya aturan main, ini soal moral, kita tidak mau ada bibit yang tidak baik.”Read More »

Sentimen SARA Menjegal Ahok

Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama, atau akrab disapa Ahok, telah dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo yang “pindah” ke Istana Negara. Secara konstitusional, seperti dikatakan Saldi Isra dalam kolomnya di salah satu surat kabar, tidak ada masalah serius yang mengganjal pelantikan Ahok sebagai gubernur baru ibu kota negeri ini. Saldi mengatakan, “hanya politisasi hukum saja yang bisa mengganjal pelantikannya menjadi gubernur.” Faktanya, hari-hari ini kita melihat bukan politisasi hukum yang tampak ke permukaan, melainkan politisasi agama dan etnis yang berusaha menjegal Ahok menduduki kursi gubernur.Read More »

Yang Diingat dan Yang Dilupakan oleh Generasi Kita

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
(Chairil Anwar, Karawang-Bekasi)

Chairil Anwar menulis sebuah puisi Karawang-Bekasi untuk mengenang kematian ribuan nyawa rakyat Karawang-Bekasi yang gugur dalam sebuah pertempuran tahun 1947. Chairil menulis puisi itu untuk mengenang bahwa dahulu dalam sejarah Indonesia pernah ada ratusan orang gugur dalam sebuah perang mempertahankan kemerdekaan.Read More »

10 Lagu Indonesia yang Menemani Perjalanan Hidup Saya

Tidak tahu kenapa malam ini di tengah deadline tugas yang menumpuk tiba-tiba saya ingin sekali menulis tentang musik. Saya kepikiran untuk membuat tulisan yang agak lain dan tidak terlalu serius, mengenai lagu-lagu yang mewarnai perjalanan hidup saya. Dalam bayangan saya ternyata saya menyadari bahwa fase perkembangan diri saya dalam mendengarkan musik agak unik, mungkin tidak jelas dan mungkin kadang lebih tepat melompat dalam perpindahan yang ekstrim.Read More »

Tempat Hatta dalam Pembentukan Indonesia

Dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, ada dua nama besar bergandengan yang memberikan suatu tonggak dasar-dasar pemikiran terhadap pendirian Indonesia. Meskipun dua orang ini dikenal sebagai dwi-tunggal Soekarno-Hatta, tapi nama Hatta seolah-olah tenggelam dalam bayang-bayang nama besar Soekarno. Jika Soekarno adalah tokoh yang banyak muncul dalam panggung luar sejarah Indonesia, Hatta memang lebih jarang tampil dan seolah-olah di balik layar merajut ke-Indonesiaan. Dalam sebuah tipologi penting yang diberikan oleh Herbert Feith dalam karya klasiknya The Decline of Constitutional Democracy kepada para tokoh-tokoh Indonesia pada tahun 1940an-1950an, ia membagi dua model kepemimpinan Indonesia dalam dua kategori the solidarity maker dan the administrator. Read More »